❝ When it is you ❄ ❞ - 1
Pagi tadi aku mendengar sebuah kabar, bahwa akademi tempatku latihan bernyanyi akan ditutup dengan suatu alasan. Rasanya agak mengesalkan karena bingung harus merasa sedih atau senang mengetahui kabar tersebut menjadi alasan kami untuk reuni, untuk pertama kali setelah lima tahun, namun dalam suasana yang sedang murung.
Syal yang kukenakan mendadak berkibar. Angin berhembus tak tahu muka siapa yang sedang ia permainkan. Kupalingkan wajah untuk menghindari tamparan lembut namun kencang angin penghujung November tersebut, menahan napas sekaligus memersilakannya lewat dengan setengah takut. Takut-takut syalku terlepas di saat mantelku sudah setengah terbuka. Beruntung sekali, tidak butuh lima detik untuk semuanya terjadi.
Bibirku mengatup, menahan teriakan selagi kakiku telah melenggang kencang. Setengah mati tanganku terjulur untuk terus menggapai syal yang terus terbawa hembusan. Entah sampai langkah ke berapa aku dapat menahan malu. Padahal pada akhirnya, aku tetap memilih berdamai dengan aksi ini, memutuskan sejenak berdiri dengan napas terengah. Tak peduli leher sudah meremang kedinginan sedangkan tanganku belum menggapai apa yang sedang kukejar.
Lambat laun, pandanganku mengabur. Perlahan namun pasti, aku menjadi tidak mampu melihat apapun. Dibandingkan gelap, atensiku justru memusat pada bayangan yang justru semakin mengambil alih pandanganku. Seperti yang kurasakan sebelumnya, agak mengesalkan karena harus bingung untuk sedih atau senang. Takdir apa yang sedang tertoreh membuatku seperti terjebak di dua garis pararel.
Kenyataan bahwa aku tidak perlu menunggu hingga reuni untuk melihat dirinya lagi.
***
Komentar
Posting Komentar
Hai! Jika ada yang ingin disampaikan, komentar di sini, ya!