Jubah Diri Akhlak Mulia
Ia terdiam, pagi buta tubuhnya sudah dikagetkan. Matanya melebar. Hembusan angin pagi tidak kalah dengan napasnya yang mendadak memburu. “Maaf.” Aku mengambil beberapa bukunya yang terjatuh, tak lupa memasukan kembali lembarannya yang tercecer. Dengan tatapan seadanya, ku angkat buku itu ke hadapannya, “Maaf, sekali lagi.” “Hm....” *** Pandangannya ke depan, menelisik, menatap lamat papan berspidol hitam. Sekalipun ocehan tak dimengerti sering menjadi irama yang memekakan, tangannya terus bergerak mencatat apapun yang akan menjadi ilmunya kelak. Siapa peduli. Bahkan hingga saat bel berbunyi, bel yang siap menghamburkan siswa siswi ke luar kelasnya, ia masih di sana, duduk dengan kurva melengkung seraya menunduk hormat pada ibu guru. Ia mengambil alih beberapa buku yang menyulitkan lalu dibantunya ibu guru menuju ruang rehatnya, kantor. “Aku tidak mengerti,” Aku hanya menggeleng, seolah gelengan itu bisa meruntuhkan kebingunganku, “Gadis itu terlalu maniak